SUBANG, (PRLM).- Kebutuhan bahan peledak (Handak) di dalam negeri beberapa tahun terakhir terus meningkat antara 8 - 14 persen, bersamaan dengan semakin maraknya kegiatan usaha pertambangan dalam negeri dan meningkatnya harga komoditas tambang di pasar internasional. Namun sayangnya pasar dalam negeri itu lebih banyak diisi oleh produk bahan peledak impor buatan produsen luar negeri.
Kondisi itu terjadi karena kemandirian industri bahan peledak dalam negeri masih belum tercapai, walaupun sudah menjadi prioritas pemerintah tetapi masih adanya sejumlah kendala dan keterbatasan yang masih belum bisa diatasi.
Hal itu disampaikan Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan Kementerian Pertahanan, Ditjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI, Marsekal Pertama TNI, Darlis Pangaribuan, dalam acara "2nd Indonesia Drill and Blast Conference 2013, yang digelar Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) di Dahana Subang, Kamis (31/10/13).
"Perkiraan kebutuhan handak dalam negeri tahun 2013 sebanyak 600.000 ton, diperkirakan akan meningkat pada tahun 2014. Kapasitas yang baru terpenuhi dari produksi PT Multi Nitrotama Kimia (MNK) Cikampek Jawa Barat dan PT KNI di Bontang Kaltim sebanyak 340.000 ton pertahun," ujarnya.
Dia mengatakan guna mewujudkan kemandirian industri bahan peledak, semua pihak perlu duduk bersama untuk merealisasikannya. Hingga saat ini Kemenhan telah mengeluarkan izin usaha handak kepada kepada 12 perusahaan, terdiri dari 10 Bandan Usaha, Satu industri handak, dan satu lagi telah mendapat izin mendirikan pabrik Ammonium Nitrate. Dalam pengaturan kuota untuk memenuhi kebutuhan bahan peledak tahun 2013, kemenhan telah menetapkan kuota 711.280 ton terdiri dari kuota dalam negeri dan impor. Dari kebutuhan tahun ini, lebih dari separuhnya dipenuhi oleh industri handak dalam negeri dan sisanya impor.
"Kuota produksi dalam negeri 432.000 ton, dan kuota impor 279.280 ton. Pencapaian hingga semester satu dalam negeri terealisasi 41 persen, dan impor 37 persen," katanya.
Dijelaskannya, upaya antisipasi meningkatnya kebutuhan di masa mendatang, saat ini tengah dirancang pembangunan pabrik Anomium Nitrat oleh PT Batutat Kimia Perdana (BKP) di Lubuk Tutung Kaltim. Kapasitas produksi pabrik ini mencapai 300.000 ton per tahun. Selain itu, PT Dahana bekerjasama dengan PT Black Bear Resources Indonesia (BBRI) membangun pabrik serupa di Bontang Kalimantan Timur dengan kapasitas produksi 90.000 ton pertahun.
"Kehadiran kedua pabrik tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan Anonium Nitarat dalam negeri. Sehingga ke depannya bisa bersaing dengan produsen luar negeri," terangnya.
Sementara itu Kasubbid Sendak Bid Yanmas Baintelkam Polri, AKBP H. Kasmen mengatakan handak komersil dapat disalahgunakan untuk bom ikan ilegal, dan tambang liar atau digunakan oknum yang tak bertanggung jawab. "Bahan peledak komersil perlu pengawasan adag aman dan selamat mulai proses produksi, perjalanan, penyimpanan, penggunaan dan pemusnahan yang kadaluarsa," ujarnya.
Dijelaskannya pengawasan bahan peledak komersial cukup rumit. Sebab ketentuannya terkait peraturan sangat komplek, serta instansi yang terlibat dalam pengawasannya beragam. "Kompleksitas ini memerlukan suatu tatanan yang harmonis agar bahan peledak tetap aman, selamat dan ekonomis," katanya