Jakarta – PT Ancora Indonesia Resources Tbk (OKAS) menargetkan mampu meraih pendapatan sebesar US$ 160 juta tahun depan atau sama dengan target hingga akhir tahun ini. Lesunya harga batubara dan minyak dunia berimbas negatif pada kinerja perseroan.
"Tahun depan dari segi penjualan estimasi kami masih flat. Tapi kami lebih fokus bagaimana caranya dari segi rugi kurs tidak membesar," jelas Presiden Direktur Ancora Indonesia Resources Charles D Gobel, usai paparan publik di Jakarta, Senin (16/11).
Charles mengharapkan harga minyak dunia tahun depan dapat membaik dan menyentuh level US$ 75 per barel. Jika harga minyak dunia membaik, perusahaan minyak dan gas (migas) yang menjadi klien perseroan dapat beroperasi dengan normal. Dengan begitu, operasional harian rig milik anak usaha perseroan, PT Bormindo Nusantara, yang menyediakan jasa pengeboran sumur migas, ikut membaik.
Charles menegaskan, utilitas rig bakal dipertahankan sebesar 70% atau sama dengan tahun ini. Adapun jumlah rig yang bekerja juga dipertahankan tetap sebanyak 10 unit, tidak mengalami penyusutan.
Trembesi ini sangat baik menyerap karbondioksida dan banyak menghasilkan oksigen. Pohonnya rindang, tidak mengakibatkan kotor, hijau, teduh, berumur panjang dan yang paling bermanfaat adalah fungsi mengatasi polusi udara sehingga bisa mengurangi efek rumah kaca dan memproduksi oksigen dalam jumlah yang besar, kata Tavip.
Dia mengakui, lesunya industri migas diproyeksikan masih berlanjut tahun depan. Perseroan akan menyiasatinya dengan mempertahankan profitabilitas dan margin usaha.
"Kami coba jaga penurunan margin dan profitabilitas supaya tidak terus turun. Salah satunya bekerja sama dengan klien untuk membuat supply chain se-efektif mungkin," papar dia.
Kondisi tersebut membuat perseroan tidak akan melakukan investasi dalam jumlah besar tahun depan. Alokasi belanja modal (capital expenditure/capex) diprediksi sama dengan tahun ini sebesar US$ 1 - 2 juta. "Sifatnya lebih ke maintain capex. Berat kalau beli alat-alat, lebih baik sewa," ujar Charles.
Sebagai informasi, level minyak mentah Brent sempat menyentuh level US$ 43,33 per barel pada September 2015, yang sekaligus menjadi level terendah sepanjang tahun ini. Sementara itu, pada pada November 2015, harga kembali anjlok ke level US$ 46,87 per barel, setelah sempat menguat US$ 53,05 per barel pada Oktober 2015.
Hingga September 2015, penjualan Ancora Indonesia turun 10% menjadi US$ 124,9 juta dibandingkan periode sama 2014 sebesar US$ 138,37 juta. Hal itu disebabkan penurunan utilisasi rig Bormindo menjadi 70% dari sebelumnya Januari- September 2014 yang mencapai 95%.
Ketika itu, seluruh rig perseroan beroperasi, bandingkan dengan saat ini dimana perseroan hanya mengoperasikan 10 rig dari total 14 unit yang dimiliki oleh perseroan dan 2 rig yang disewa.
Namun, margin EBITDA Bormindo justru naik menjadi 31% dari sebelumnya 28%. Hal itu imbas dari depresiasi rupiah yang cukup dalam sepanjang 2015, yang justru berdampak positif bagi perseroan yang menggunakan acuan dolar Amerika Serikat (AS).
Sedangkan rugi bersih perseroan membengkak 514% menjadi US$ 2,85 juta dibandingkan periode sama 2014 sebesar US$ 465 ribu. Besarnya rugi bersih tersebut selain dikontribusi oleh Bormindo juga dikontribusi oleh anak usaha perseroan lainnya, PT Multi Nitrotama Kimia (MNK).